Dalam perjalanan mendaki gunung saya lebih senang berada di posisi paling depan atau paling belakang sekali, tapi biasanya paling belakang sekali kalau tidak di tugaskan menjadi RPJ (regu pembuka jalur) nah karena paling belakang dan jauh dari derap langkah kawan2, keusialan saya sering timbul, berjalan pelan dan santai sambil celingak celinguk, kadang malah ndelosor di tengah semak semak, berburu keindahan yang buat saya sangat menakjubkan, yaitu mengintip, ups jangan negatif thinking loh, ini bukan ngintip pendaki yang mandi di sungai, tapi ngintip burung, ya, birdwatching, terkadang sangking asiknya gak terasa sudah 30 menit bahkan 1 jam berhenti berjalan tertinggal jauh oleh kawan kawan lainnya, hanya untuk mengabadikan aneka ragam jenis kehidupan liar, baik burung, serangga, ataupun jenis jenis anggrek.
Buat saya naik gunung tidak melulu harus ke puncak, tapi mengabadikan moment bersama kehidupan liar adalah tujuan saya mendaki gunung, dari beberapa gunung baik di jawa maupun di sumatera saya bisa mengenal keragaman jenis dan sebaran burung tersebut, bahkan kerutinan naik gunung di tempat yang sama, sering kali beberapa jenis burung yang tadinya mudah di temukan setelah beberapa tahun kemudian jenis itu sangat sulit di temukan di gunung yang sama dan sebaliknya, dari jenis burung yang awalnya tak menghuni hutan tersebut setelah waktu yang lama jenis itu sangat mudah ditemukan. Banyak faktor yang mempengaruhi, selain aktivitas manusia di gunung yang tak ramah lagi, faktor cuaca dan iklim juga mempengaruhi, apalagi faktor perburuan satwa liar.
Perjalanan pendakian kali ini, ke gunung Kerinci bukan sengaja untuk ngintip, tapi ya tadi keisengan blusuk blusukan dalam hutan, yang akhirnya saya sengaja untuk mengamati sejenak anekaragam jenis burung di sepanjang pendakian Gunung kerinci, dari shelter 1 ke shelter dua, kira kira di ketinggian 2020 mdpl sampai 3050 mdpl.
Walau iseng, kamera yang selalu standby di ransel akhirnya tergantung terus si leher agar momentum indah tak hilang, berjalan pelan pelan, agar langkah kaki tak berisik, mengatur nafas, agar ngosngosan nafas tak menganggu aktivitas burung, hasilnya asa banyak burung yang belum pernah saya jumpai seblumnya, sebagian kecil sudah pernah saya lihat secara langsung oleh mata ini, ada beberapa berhasil tertangkap kamera, dan sebagian besar cuma bisa melihat sekilas, bahkan ada yang hanya mendengar suaranya,
Diantaranya burung Cikrak mahkota coklat (Seicercus castaniceps) yang memiliki kebiasaan mencari makan pada tajuk pohon rendah di hutan pegunungan, secara lokal penyebaran burung ini hanya ada di sumatera dengan beberapa tempat seperti g sibayak kerinci, daerah bukut barisan antara ketinggian 1200-1400m, namun saat di saya mengamati burung ini, altimeter pada GPS berada di ketinggian 2400mdpl, di atas shelter 1. Secara global burung ini di temukan di Himalaya sampai cina selatan asia tenggara dan semenanjung malaysia dan sumatera.
Niltava sumatra adalah jenis burung dengan warna gelap jantan tubuh bagian atas biru tua mahkota bercak pada sisi leher dan sisi kepala hitam, tubuh bagian bawah jingga sedangkan betina tubuh bagian bawah coklat ada garis putih pada tenggoroka. Dan bercak biru berkilap pada bahu, sebaran lokal di jumpai umum di pegunungan sumatera bagian utara hingga paling selatan di gunung kerinci. dengan ketinggian di atas 1000 m sampai batas vegetasi secara global hanya di temukan di semenanjung malaysia dan sumatera.
Cikrak daun (Phylloscop trivirgatus) merupakan burung yang hidup di pohon pohon tinggi di hutan perbukitan dan pegunungan, serta pinggiran hutan sampai zona alpin, antara ketinggian 800 -3000 mdpl penyebaran lokal di jawa sumatera, bali di kalimantan di temukan di G kinabalu , penyebaran global palawan, semenanjung malaysia dan sunda besar.
Beberapa jenis lainnya tidak sempat diabadikan dengan kamera.
Sekali lagi buat saya mendaki gunung bukan soal melulu tentang puncak, sunset dan sunrise saja, apalagi berfoto narsis, tapi mengenal kehidupan liarnya, dengan kita mengenal secara dekat maka kita akan sadar bahwa gusti allah menciptakan bumi tidak hanya untuk manusia belaka tapi kita harus berbagi kehidupan pada mahluk ciptaaNya yang lain juga.
Keberadaan kehidupan liar di sekitar kita (gunung) menandakan bahwa habitat mereka tidak terusik oleh aktivitas manusia, namun bisa jadi karena aktivitas manusia maka prilaku satwa liarpun dapat berubah, seperti membuang sampah sisa makanan di jalur pendakian atau camp, dapat menimbulkan perubahan prilaku bagi satwa liar seperti jenis macaca fasicularis atau disebut monyet ekor panjang, tikus gunung, bahkan tupai dalam foto ini, saya temukan di tumpukan sampah di pos 3 gunung kerinci, artinya bahwa jika kita adalah pecinta alam atau pendaki gunung, maka kitapun tak menganggu aktivitas kehidupan liar di alam yang merupakan habitatnya.
Buat saya prilaku pendaki yang meninggalkan sampah di atas gunung adalah orang orang yang tak beriman dan tak bermoral, karena jelas bahwa kebersihan adalah bagian dari iman.
Salam Rimba