Salah satu hal yang sering saya lakukan dalam kesedihan menyaksikan langkah Republik Indonesia adalah mendengarkan lagu Yang Esa dan Kuasa karya Baskoro yang di nyanyikan oleh Dhenok Wahyudi.
#YangEsaYangKuasa
temaram teja kan tenggelam
di hamparan kesunyian alam
indah memerah di sela mega membelah
melandai membuai … kuterbuai …
berlalu rasa demi rasa
seribu suka pun seribu duka
sela menyela meraja di kehidupan
semasa usia … untai masa …
bahagia pada yang kuasa
nestapa pun pada yang esa
tiada kuasa ku tiada daya
tiada kuinginkan kau tinggalkan
dahaga sejenak kan sirna
manakala di kalbu kau ada
cerah kesuma buana ramah terasa
seakan derita … usai sudah …
bahagia pada yang kuasa
nestapa pun pada yang esa
paduka kupujakan
paduka kudambakan
paduka bimbinglah hamba selamanya
paduka kupujakan
paduka kudambakan
paduka bimbinglah hamba selamanya
Adakah lagu yang mendayu-dayu tersebut cerminan hati putus harapan di tepi senja pantai, seribu suka dan seribu duka perjalanan pribadi tidaklah terlalu mempengaruhi ketegaran saya dalam perjalanan hidup ini .
Agak mirip dengan suasana ketika mendengarkan lagu speak softly love sambil menyaksikan tumpahnya darah persaudaraan Indonesia Raya hanya demi melanggengkan kekuasaan.
Akhirnya kita kembali ke rumah ibadah, mesjid, gereja, pura, vihara, klenteng, atau bahkan rumah hati kita yang kosong karena terlalu sibuk dengan angkara murka dunia. Mengadu kepada Yang Esa dan Kuasa, memohon bimbingan untuk dapat berdiri tegak dalam kebenaran.
Makna hidup akan terasa manakala kita tidak melupakan suara hati kita yang tulus untuk kemajuan bangsa, keselamatan rakyat, dan jayanya negara. Bahwa Indonesia tetap dalam keadaan temaram bukanlah menjadi beban kita sendiri seperti mitologi atlas memikul dunia. Namun kita juga bukan manusia yang menjual dunia dan kabur dari tanggung jawab untuk mengadakan perubahan yang lebih baik.
Barangkali seluruh artikel dalam LenteraMerah bersifat lebay sebagaimana pernah diungkapkan seorang sahabat, hanya tulisan saja dan tidak ada aksi atau bahkan tidak ada pengaruhnya. Namun harapan saya adalah bahwa ada di antara sahabat lentera yang suatu saat memiliki kesempatan untuk menjadi penguasa dan ingat dengan tulisan-tulisan Blog Lentera, kemudian tergerak untuk mengadakan perubahan demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Tidak bermental pengecut bahkan siap berkorban jiwa dan raga, namun pada saat yang sama juga cukup cerdas untuk menyusun strategi, memiiki komitmen yang tinggi, serta mampu mengelola negara dengan baik, termasuk perbaikan dunia intelijen Indonesia.
Manakala di kalbu kita bersemayam Yang Esa dan Kuasa, tidak akan ada kekhawatiran sedikitpun tentang apa yang namanya evil injection, ancaman, ketidakadilan, ataupun keraguan untuk melaksanakan kebenaran yang kita yakini. Namun semua itu harus murni dan sederhana (pure and simple) karena seringkali kita tergoda untuk menjadi kompleks dengan segala konsep-konsep yang rumit.
Temaram...teja kan tenggelam, diperbatasan senja, langit kemerahan akhirnya akan hilang dan terselimuti oleh gelapnya malam, indah dalam menyongsong kematian siang hari yang digulung oleh malam hari. Waktunya melakukan introspeksi untuk membangun kembali semangat menyongsong esok hari yang lebih cerah.
Sahabat, godaan dunia tidak akan pernah hilang karena itulah realita dunia, hingga saat inipun terkadang alam semesta menertawakanku dalam sepinya. Kita dapat mengalami suka dan duka, ketakutan, kesedihan, kebahagiaan, dan berbagai rasa hati lainnya. Namun kita juga harus sering melihat pemaknaan yang lebih luas dari pada rasa kita sendiri, perhatikan saudara-saudara kita yang tidak berdaya dalam kemiskinan dan kebodohan, seyogyanya hal itu menyentuh semangat kita untuk menolong dengan segala kemampuan. Waktu dunia terus berputar dan akhirnya kita akan terus berpacu hingga akhir hayat kita, apakah kita lebih senang bermain-main ataukah mengisi kehidupan dengan hal-hal yang bermakna kembali kepada diri kita sendiri.
Dalam tenggelamnya teja, kita kembali kepada Yang Kuasa untuk mengadu, menceritakan dunia yang tidak sempurna, dan memohon kekuatan untuk melaksanakan tugas kita dalam bimbingan cahayaNya. Niscaya dengan semua itu, kita akan merasakan semangat tinggi pada saat fajar menjelang, bahkan sebelum ayam berkokok kita akan terbangun dalam keheningan masa yang seolah terhenti. Hati terasa tenang, pikiran lebih jernih dan kita akan berani menghadapi hari yang baru. Ingatlah sahabat Blog semua, setiap senja adalah baru, dan setiap fajar juga baru dan tidak akan pernah sama dengan yang kemarin, oleh karena itu mengapa kita menjadi lemah dalam menjalani hidup kita? Mengapa kita menjadi takut manakala menghadapi the trembling moment?
#pesandariseorangsenopati
#YangEsaYangKuasa
temaram teja kan tenggelam
di hamparan kesunyian alam
indah memerah di sela mega membelah
melandai membuai … kuterbuai …
berlalu rasa demi rasa
seribu suka pun seribu duka
sela menyela meraja di kehidupan
semasa usia … untai masa …
bahagia pada yang kuasa
nestapa pun pada yang esa
tiada kuasa ku tiada daya
tiada kuinginkan kau tinggalkan
dahaga sejenak kan sirna
manakala di kalbu kau ada
cerah kesuma buana ramah terasa
seakan derita … usai sudah …
bahagia pada yang kuasa
nestapa pun pada yang esa
paduka kupujakan
paduka kudambakan
paduka bimbinglah hamba selamanya
paduka kupujakan
paduka kudambakan
paduka bimbinglah hamba selamanya
Adakah lagu yang mendayu-dayu tersebut cerminan hati putus harapan di tepi senja pantai, seribu suka dan seribu duka perjalanan pribadi tidaklah terlalu mempengaruhi ketegaran saya dalam perjalanan hidup ini .
Agak mirip dengan suasana ketika mendengarkan lagu speak softly love sambil menyaksikan tumpahnya darah persaudaraan Indonesia Raya hanya demi melanggengkan kekuasaan.
Akhirnya kita kembali ke rumah ibadah, mesjid, gereja, pura, vihara, klenteng, atau bahkan rumah hati kita yang kosong karena terlalu sibuk dengan angkara murka dunia. Mengadu kepada Yang Esa dan Kuasa, memohon bimbingan untuk dapat berdiri tegak dalam kebenaran.
Makna hidup akan terasa manakala kita tidak melupakan suara hati kita yang tulus untuk kemajuan bangsa, keselamatan rakyat, dan jayanya negara. Bahwa Indonesia tetap dalam keadaan temaram bukanlah menjadi beban kita sendiri seperti mitologi atlas memikul dunia. Namun kita juga bukan manusia yang menjual dunia dan kabur dari tanggung jawab untuk mengadakan perubahan yang lebih baik.
Barangkali seluruh artikel dalam LenteraMerah bersifat lebay sebagaimana pernah diungkapkan seorang sahabat, hanya tulisan saja dan tidak ada aksi atau bahkan tidak ada pengaruhnya. Namun harapan saya adalah bahwa ada di antara sahabat lentera yang suatu saat memiliki kesempatan untuk menjadi penguasa dan ingat dengan tulisan-tulisan Blog Lentera, kemudian tergerak untuk mengadakan perubahan demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Tidak bermental pengecut bahkan siap berkorban jiwa dan raga, namun pada saat yang sama juga cukup cerdas untuk menyusun strategi, memiiki komitmen yang tinggi, serta mampu mengelola negara dengan baik, termasuk perbaikan dunia intelijen Indonesia.
Manakala di kalbu kita bersemayam Yang Esa dan Kuasa, tidak akan ada kekhawatiran sedikitpun tentang apa yang namanya evil injection, ancaman, ketidakadilan, ataupun keraguan untuk melaksanakan kebenaran yang kita yakini. Namun semua itu harus murni dan sederhana (pure and simple) karena seringkali kita tergoda untuk menjadi kompleks dengan segala konsep-konsep yang rumit.
Temaram...teja kan tenggelam, diperbatasan senja, langit kemerahan akhirnya akan hilang dan terselimuti oleh gelapnya malam, indah dalam menyongsong kematian siang hari yang digulung oleh malam hari. Waktunya melakukan introspeksi untuk membangun kembali semangat menyongsong esok hari yang lebih cerah.
Sahabat, godaan dunia tidak akan pernah hilang karena itulah realita dunia, hingga saat inipun terkadang alam semesta menertawakanku dalam sepinya. Kita dapat mengalami suka dan duka, ketakutan, kesedihan, kebahagiaan, dan berbagai rasa hati lainnya. Namun kita juga harus sering melihat pemaknaan yang lebih luas dari pada rasa kita sendiri, perhatikan saudara-saudara kita yang tidak berdaya dalam kemiskinan dan kebodohan, seyogyanya hal itu menyentuh semangat kita untuk menolong dengan segala kemampuan. Waktu dunia terus berputar dan akhirnya kita akan terus berpacu hingga akhir hayat kita, apakah kita lebih senang bermain-main ataukah mengisi kehidupan dengan hal-hal yang bermakna kembali kepada diri kita sendiri.
Dalam tenggelamnya teja, kita kembali kepada Yang Kuasa untuk mengadu, menceritakan dunia yang tidak sempurna, dan memohon kekuatan untuk melaksanakan tugas kita dalam bimbingan cahayaNya. Niscaya dengan semua itu, kita akan merasakan semangat tinggi pada saat fajar menjelang, bahkan sebelum ayam berkokok kita akan terbangun dalam keheningan masa yang seolah terhenti. Hati terasa tenang, pikiran lebih jernih dan kita akan berani menghadapi hari yang baru. Ingatlah sahabat Blog semua, setiap senja adalah baru, dan setiap fajar juga baru dan tidak akan pernah sama dengan yang kemarin, oleh karena itu mengapa kita menjadi lemah dalam menjalani hidup kita? Mengapa kita menjadi takut manakala menghadapi the trembling moment?
#pesandariseorangsenopati