Jika Waktu mulai bercerita
Halo. Namaku Waktu. Aku bekerja selama dua puluh empat jam setiap 
hari. Aku diciptakan oleh manusia, yang lahirnya begitu saja, tanpa 
induk, tanpa ada proses pembuahan. Aku selalu bergerak detik demi detik,
 menit-demi menit, jam demi jam, hari-demi hari dan seterusnya dan aku 
tak pernah beristirahat. Sesekali penciptaku sering menyadari 
keberadaanku ketika melihat bajuku, yaitu sebuah jam, berangka satu 
sampai dua belas. Melihat celanaku, melalui kalender, yang mereka 
namakan bulan, jumlahnya juga dua belas. Aku heran, mengapa mereka suka 
sekali dengan angka dua belas. 
Aku mempunyai banyak sebutan di setiap negara. Di dunia aku sangat 
terkenal dengan nama panggilan time. Bahkan aku sering dijadikan bahan 
prinsip semua orang "time is money" kata mereka. Aku adalah uang. Wah...
 ternyata... manusia membutuhkan uang. Sedangkan secara tidak langsung, 
uang diciptakan olehku. Aku bangga. Penciptaku bahkan tidak mampu 
membuat uang, tanpa menghitungku terlebih dahulu. 
Manusia kadang membuatku menjadi tameng untuk melakukan tugasnya dan
 bahkan membenahi perasaannya."Biaralah waktu membunuh perasaanku" 
begitu kata manusia, atau kata seperti yang di ucapakan seseorang 
padaku" kesibukan akan membunuh waktu dan ber-irinngnya waktu berjalan 
akan membunuh perasaan sakitmu"  dengan cara sok puitis. Sebenarnya aku 
tidak suka manusia membuat kata-kata seperti itu. Aku salah apa dengan 
mereka, sampai mereka menyuruhuku "membunuh". Aku tidak suka membunuh, 
aku lebih suka membuat damai dan membuat secangkir kopi hitam yang 
manis, supaya manusia mencicipi manisnya Waktu, dan bersyukur kepada 
Semesta telah bergandengan tangan denganku. Oh iya... mungkin saja 
manusia menyuruhku "membunuh", karena mereka memang lebih suka cara 
instan daripada “menikmati proses kesembuhan”. Aku kecewa dengan 
penciptaku. 
"Biarlah waktu menyembuhkan perasaanku" hem.. ini lagi.. buatan 
manusia yang hebat. Aku disuruh "menyembuhkan" mereka. emangnya aku 
dokter ! atau aku mungkin disangka dukun. Aku punya ramuan apa? Aku juga
 tidak tahu di mana bisa menemukan obatnya. Tapi "menyembuhkan" masih 
lebih baik, ketimbang aku disuruh "membunuh". Namun setidaknya, 
penciptaku harus tahu, aku hanya dirancang untuk bergerak dan menentukan
 kapan mereka berhenti atau melanjutkan aktivitas. 
Aku terkadang disalahkan karena memutus sebuah pertemuan, dengan 
gampangnya mereka mengatakan "memang sudah waktunya kami berpisah". 
Hey... Aku tidak minta kalian bertemu dan berpisah. Kenapa kalian 
mengatakan, aku adalah sumber dari semua kekacauan ini? Ah... 
sudahlah... Aku juga mempunyai tanggung jawab untuk membuat indah. 
Baiklah aku harus terus berjalan, biarkan manusia membenahi sendiri 
keadaannya. 
"Segala seuatu indah pada waktunya" Aku suka sekali kata-kata ini. 
Tentu saja bukan manusia yang membuat kata-kata tersebut. Kata-kata itu 
adalah buatan Pencipta Semesta. Pencipta Semesta membuat aku mempunyai 
tugas untuk membuat indah, artinya aku merupakan tolak ukur manusia 
melakukan yang baik. Aku membuat perjanjian dengan Pencipta Semesta agar
 aku bisa membuat manusia “tidak berhenti berharap”. Aku dan Pencipta 
Semesta merupakan teman sekerja yang baik bukan? 
Saat musim liburan, beberapa manusia menggunakan aku dengan baik. 
Namun ada pula yang tetap bekerja, belajar, dan berusaha. Zaman 
sekarang, aku merasa sedih dan kasihan kepada penciptaku. Aku membuat 
mereka sulit tidur di malam hari dan selalu bangun di pagi hari, tanpa 
mengerti datangnya matahari. Itu semua karena pekerjaan mereka harus 
diselesaikan sesuai kesepakatanku dengannya. "Pekerjaan ini harus 
selesai pada pukul sekian.
 Tanggal sekian. Bulan sekian. Tahun sekian". Aku kemudian merasa jahat setelah mereka terbelenggu karena
 aturanku (sebenarnya itu aturan mereka. Namun karena mereka memakai 
baju dan celanaku. Aku jadi terbawa-bawa)."ah aku jadi ingat angka 10 di
 kalender setiap bulannya yang selalu di kejar deadline". Aku membuat 
mereka sibuk. Seakan-akan semua mengejar uang, gelar, jabatan, dan yang 
paling menyedihkan mereka mengejar kesenangan. Tanpa peduli kesehatan, 
keluarga, dan sesama mereka. Aku bahkan tidak bisa berhenti untuk 
menegor mereka. Aku bergerak, membuat irama. Manusia merasa aku semakin 
cepat berlari. Padahal aku merasa sudah berjalan sesuai dengan aturan 
manusia. 
Mereka pikir aku diciptkan oleh mereka, padahal aku diciptkan oleh 
Semesta. Ketika Semesta menyuruhku berhenti, mungkin aku akan 
benar-benar mati. Seperti manusia kelak pada saatnya. 
Kalau Saja . Waktu . 
Kalau saja aku bisa mengubah waktu menjadi begitu sangat mudah dipahami. 
Kalau saja... Aku bisa memilih waktu mana yang baik untuk dikenang 
dan waktu mana yang harus dibuang. Kalau saja... Aku bisa menjaga segala
 sesuatu dengan baik, agar kehilangan tidak terjadi secara cepat, namun 
perlahan. 
Kalau saja... semua hal bisa ditelusuri tanpa mengenal batas. 
Kalau saja... Kamu tidak berlari lebih cepat dan aku merespon lebih lambat. 
Kalau saja... sebuah pertemuan dengan sejuta angan benar-benar terjadi. Dan waktu memilih. 
Memilih untuk bergerak, memilih agar segalanya terserak. 
Kadang waktu membutakan segala sesuatu. Bukan mata fisik, namun mata hati yang bergulir menari. 
Lalu siapakah yang dapat menebas semuanya. Pikiranku tidak mampu. 
Hatiku tidak sanggup. Dan ini bukan pekerjaan waktu. Karena waktu hanya 
bertugas berjalan, berputar, dan kemudian berlari kencang. Kita bahkan 
tidak mampu mendahului atau kembali. Kita hanya mampu bermimpi, kemudian
 berdiri dan pergi lagi. 
 
No comments:
Post a Comment