Thursday, October 13, 2016

Ungko Gunung (Hylobates a. agilis) Penghuni Hutan Lindung Bukit Daun Reg 5 Menanti Kepunahan



Pagi itu lalu lintas di jalan litas Bengkulu Kepahiang, sedikit lenggang suasana pegunungan hutan hujan tropis terasa alami, suara kicau burung terdengar jelas, seketika suara sayup-sayup memanggil dari rimbunan kanopi pohon di sebuah puncak bukit di pinggir jalan, ngukk- ngiuk… saling bersahut-sahutan, sayapun menghentikan laju sepeda motor dan mengeluarkan kamera lengkap dengan lensa tele, mencari sumber suara, beberapa petik foto jelas bahwa suara itu berasal dari sang pemiliknya yaitu primata dari family Hylobatidae dengan nama spesies Hylobates agIlis agilis, atau yang di kenal dengan nama lokal dengan sebutan Owa , wau-wau atau ungko.
Ungko masih memliki kekerabatan dengan Siamang yang berwana hitam, dari bentuknya menyerupai hanya saja warna coklat krem yang membedakan antara owa dengan siamang yang berwarna hitam polos.

Pengamatanpun semakin asik, sambil jongkok di atas bebatuan di pinggir jalan raya, terlihat jelas secara spesifik ungko gunung ini memiliki ciri morfologi yang khas, pada pejantan dewasa memiliki warna rambut yang lebih terang dari betina pada bagian sekeliling pipi hingga dagu (abu-abu hingga coklat muda ke emasan). Penulispun mencoba menghitung jumlahnya, terlihat dari pergerakannya di rimbunan kanopi hanya terdapat 4 ekor, 2 ekor usia dewasa, dua ekor tampak usia remaja. Sang induk tampak sedang melakukan rutinitas harian, berkutu-kutuan (grooming), sedangkan si jantan memandang sekeliling di puncak pohon tertinggi sambil mengeluarkan suara-suara yang sepertinya menandakan wilayah teroterial kelompoknya.

Perjumpaan dengan owa di Hutan Lindung Bukit Daun Register 5 pada jalan lintas ini cukup mengagetnya, pasalnya primata ini sangat sensitif terhadap perubahan habitat. Berdasarkan catatan penulis di kawasan ini di temukan 4 jenis primata yaitu, Simpai (Presbytis m.melalophos), Lutung (Trachypithecus cristatu.ssp), Siamang (Symphalangus syndactylus), Kukang (Nycticebus coucang),  dan Monyet ekor panjang (Macaca fasicularis).

Penemuan primata jenis owa gunung ini sangat menyenangkan namun juga memprihatinkan, pasalnya, setelah mengambil dua titik koordinat lokasi pengamatan dengan menggunakan GPS dari sudut yang berbeda, dan melakukan intersection dalam menentukan koordinat target dengan bantuan kompas bidik, sangat jelas pohon tempat siamang beraktivitas tersebut berada di pohon yang hutannya telah dikeliling perkebunan kopi masyarakat.

Keindahan dan hawa sejuk hutan alami di jalan lintas Bengkulu- kepahiang hanyalah kamuflase belaka dari perambambahan-perambahan hutan untuk perkebunan kopi masyarakat, kawasan yang telah di tetapkan sebagai Hutan Lindung dan sebagian kecil telah menjadi Cagar alam ini kian tahun terus mengalami deforestasi. Padahal jelas di kawasan HL Bukit daun register 5 ini memiliki keragaman hayati yang tinggi tak hanya jenis-jenis primata yang di lindungi, kawasan ini juga merupakan habitat Rafflesia arnoldi dan bunga bangkai.

Saat di temui tokoh pemuda yang melakukan pengawasan terhadap habitat Rafflesia,  Ibnu mengatakan bahwa sebagian besar perambah banyak pendatang yang bukan asli dari dusun kami, yang kami takutkan pohon-pohon inang yang menjadi habitat Rafflesia juga ikut di tebang dan pastinya sangat sulit menemukan rafflesia mekar nantinya, terang Ibnu tokoh pemuda desa Taba Rena, Kabupaten Bengkulu Tengah, yang mengetuai kelompok Pelestari Rimba Rafflesia Taba Penanjung. Ibnu menambahkan kalau perburuan satwa liar sudah tidak ada lagi, sejak polisi kehutanan sering melakukan sosialisasi dan melakukan penangkapan para pemburu serta pemelihara siamang ilegal, warga tidak berani, terang Ibnu.

Berdasarkan RTRW Provinsi Bengkulu bahwa, Kawasan Hutan Lindung Bukit Daun, dengan luas 90.805,07 Ha, yang terletak wilayah Kabupaten, yaitu : Rejang Lebong, Lebong, Kepahiang, Bengkulu Tengah  dan Bengkulu Utara.
Hasil analisa citra satelit yang di lakukan oleh penulis, pada kawasan HL Bukit Daun yang berada di dua wilayah Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Bengkulu tengah ini telah mengalami kerusakan yang parah, dari total luasan Hutan lindung Bukit Daun yang berada di Kabupaten Kepahiang ada sekitar 7.829,00 Ha dan kabupaten Bengkulu Tengah sekitar 20,002.7  Ha, saat ini hanya tersisa 30 % atau sekitar 8.348,91 Ha hutan alami, selebihnya telah beralih fungsi menjadi perkebunan masyarakat dan semak belukar.

Kawasan Hutan Lindung Bukit Daun di Kabupaten Bengkulu Tengah yang di rambah

Dikutip dalam Jurnal Primatology, Prof. Timothy G O'Brien, peneliti senior konservasi dan zoology di WCS (Wildlife Conservation Socety) menjelas bahwa Ungko gunung membutuhkan hutan alami sebagai rumah dan jelajah untuk kelangsungan hidup mereka. Dimana 60 % pakan dari satwa ini adalah buah kayu yang terdapat dihutan alam, 30 % dedaunan atau pucuk muda kayu hutan alam, 10% Buah kayu beringin dan 10% berupa buah rotan dan lumut. Artinya Owa gunung sangat berperan dalam penyebaran biji-bijian (disperser) karena mereka memakan buah-buahan.

Timothy G O'Brien juga menjelaskan dalam penelitian studi populasi ungko gunung (Hylobates a. agilis) dan permasasalahan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung, bahwa Ungko gunung sangat penting dalam regenerasi hutan tropik. Keberadaan ungko di suatu kawasan hutan juga dapat dijadikan indikator kesehatan hutan. Mobilitas ungko sangat tergantung kepada tajuk pohon yang saling berhubungan. Jika ungko sudah tidak ada lagi pada kawasan hutan maka dapat diindikasikan sebagai hutan yang sudah rusak.

Ahli ekologi dan Keragaman hayati Universitas Bengkulu Agus Susatya saat di berdiskusi dengan penulis via telepon pada Rabu pagi ( 12/10/2016) mengatakan, bahwa kondisi kawasan Hutan lindung Bukit daun register 5 sudah sangat memprihatinkan secara administrasi  kawasan ini di kuasai oleh dinas kehutanan Provinsi Bengkulu,  namun tumbuh dan satwa liar khususnya yang di lindungi merupakan tupoksi BKSDA Bengkulu.

Agus sutsaya menjelaskan lebih lanjut kepada penulis “butuh strategi dalam melakukan perlindungan kawasan secara arif, dan ekowisata adalah pintu masuk dalam upaya pelestarian hutan yang dapat meningkatkan kesejahteran masyarakat sekitar kawasan, terang Agus yang mengajar di Jurusan Kehutanan dan Pasca sarjana PSDAL Universitas Bengkulu.

Oleh : R.Tri Prayudhi
Penulis Mahasiswa Pascasarjana Program Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Bengkulu yang sedang melakukan Penelitian Spastial Kesesuaian Habitat keluarga Hylobatidae di Bengkulu

Dipublikasikan oleh Sudutruang.com dan Rakyat Merdeka Online (RMOLBengkulu)
Lentera Merah My web Lenteramerah https://pojoklenteramerah.blogspot.co.id/